BAB I
PENDAHULUAN
Teori
belajar yang banyak diterapkan oleh para ahli pembelajaran itu meliputi
teori behavioristik, teori kognitivistik, teori humanistik, dan teori
belajar sibernatik. Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan teori
sibernatik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan
pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti pengertian
belajar menurut teori sibernatik, aplikasi teori belajar sibernetik,
implementasi teori sibernitik.
Menurut
teori sibernitik, belajar adalah pengolahan informasi. Pengolahan
informasi yaitu adanya pandangan tertentu kearah individu. Informasi
inilah yang akan menentukan proses yang mana system informasi yang
diproses akan dipelajari siswa. Aplikasi teori belajar sibernitik adalah
teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori
kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang
tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan
yang terikat pada situasi tertentu. Sedangkan implementasi teori
sibernitik dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan adanya
pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemprosesan informasi .
Untuk lebih jelasnya lagi akan di jelaskan pada bab selanjutnya.
BAB II
Kegiatan Pembelajaran Menurut Teori Sibernitik
A. Pengertian Belajar Menurut Teori Sibernitik
Teori
belajar sibernitik merupakan teori belajar yang paling baru. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan teknik informasi.
Menurut teori sibernitik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar
memang penting dalam teori sibernitik, namun yang lebih penting lagi
adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses akan
belajar berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang
dipelajari.
Asumsi
lain dari teori sibernitik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar
pun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat di tentukan oleh sistem informasi.[1]
Ada 3 Pendapat tentang teori Sibernitik, yang dikemukakan oleh Gagne dan Briggs, Pask dan Scott, dan Landa yaitu:
Teori sibernatik dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori
Gagne dan Briggs yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar,
peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan pembelajaran. Teori
sibernitik itu adalah mengenai tentang pengolahan informasi akan tetapi
Landa itu membagi system pegolahan informasinya itu melalui
2 macam proses berpikir yaitu algoritmik dan heuristic. Mislanya agar
siswa mampu memahami suatu rumus matematika mungkin akan lebih efektif
jika presentasi informasi tentang rumus disajikan secara
algoritmik.Alasnnya karena suatu rumus matematika mengikuti urutan tahap
demi tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu.
Sedangkan berpikir heuristic dengan harapan pemahaman mereka terhadap
konsep itu atau yang dipelejari itu tidak tnuggal
( tidak tetap pada satu pembelajaran akan tetapi bisa berkembang) dan
langsung mengarah kebeberapa aspek sekailgus.
Sedangkan menurut Pask dan Scott membagi sistem pengolahan informasi itu (teori sibernitik ) menjadi 2 yaitu cara berpikir serialis dan whulist atau menyeluruh. Cara berpikir
serialis adalah menggunakan cara berpikir secara algoirtmik sedangkan
cara berpikir whulist atau menyeluruh adalah berpikir yang cenderung
melompat kedepan langsung kegambaran lengkap sebuah sistem informasi ,
ibarat meilhat lukisan bukan detil-detil yang diamati terlebih dahulu
akan tetapi seluruh lukisan itu atau langsung kepada lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu kebagian-kebagian yang lebih detil.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa teori sibernitik ini menekankan kepada sistem
informasi yang akan dipelajari , sementara itu bagaimana proses belajar
berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai mengolah informasi,
pemikir, dan pencipta berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan
bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
Pengolahan
informasi mengandung pengetian adanya pandangan tertentu ke arah studi
individu. Pusat perhatian pokok studi adalah cara bagaimana orang
mempersepsi, mengorganisasi, dan mengingat sejumlah besar informasi yang
diterima setiap hari dari lingkungan sekeliling[2].
Arus
informasi itu diantaranya adalah rangsangan dari lingkungan si pelajar
mempengaruhi reseptornya dan memasuki system saraf melalui suatu sensory
register. Struktur inilah yang bertanggung jawab atas persepsi awal
terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa sehingga si pelajar
melihat, mendengar atau mengindera. Informasi itu di “kodekan”(di
jadikan kode) dalam sensory register, yakni informasi itu di rubah
bentuknya menjadi bentuk terpola yang merupakan wakil rangasangan
aslinya.
Memasuki
memori jangka pendek, sekali lagi informasi itu di kodekan. Kali ini
kedalam suatu bentuk konseptual. Misalnya gambar mirip X menjadi suatu
refresentasi semacam “X”; gambar menjadi konsep “dua” (bukan kata dua).
Menetapnya informasi dalam memori jangka pendek bisa relative lama, bisa
pula hanya beberapa detik. Pengulangan (rehearsal) mungkin juga terjadi
pada bagian lain”jika infornmasi itui perlu di ingat-ingat, sekali lagi
ia di transformasikan dan memasuki ingatan jangka panjang” di mana ia
di simpan untuk di munculkan kemabali nanti pada saat yang diperlukan.
Kebanyakan teori menduga bahwa penyimpanan pada memori jangka panjang
itu permanen dan bahwa kegagalan memunculkan kembali di kemudian hari
adalah karena kesulitan dalam menemukan informasi itu.
Bila
seorang pelajar harus mengingat sesuatu yang telah di pelajari
sebelumnya, sesuatau itu harus diangkat kembali dari ingatan jangka
panjang dan di bawa keingatan jangka pendek, baru di munculkan kembali.
Permunculan kembaili informasi, baik dari ingatan jangka pendek maupun
jangka panjang, berjalan memlalui sesuatu pembangkit respon(respon
generator) yang berfungsi mengalihkan informasi menjadi tindakan.
“pesan” neural dari struktur ini menggerakkan evector (urat-urat) dan
menghasilkan suatu ferformansi yang mempengaruhi lingkungan si pelajar.
Tindakan inilah yang memungkinkan pengamatan dari luar mengatakan bahwa
rangsangan yang diberikan telah memperoleh efek yang diharapkan bahwa
informasi telah di proses dan si pelajar telah betul-betul belajar.[3]
Hal-hal
yang berkaitan dengan pengolahan informasi supaya informasi (pesan)
tersebut dapat diterima oleh si penerima informasi, diantaranya:
1. Pesan, merupakan informasi yang disampaikan berupa isi, makna, pengertian dari materi pengajaran atau bahan pelajaran.
2. Media
yang terdiri dari perangkat lunak dan perangkat keras di siapkan untuk
menyajikan pesan terpilih, misalnya modul dan slide suara
3. Intruktor,
adalah orang yang mengendalikan, menyajikan atau mentransmisikan
informasi, pesan, isi, makna, pengertian dari materi instruksional.
4. Metode, adalah teknik-teknik tertentu yang di pergunakan agar penyajian informasi omenjadi efektif.
5. Lingkungan
berupa kindisi-kondisi tertentu yang dikendalikan, diatur atau di
manipulasi guna menciptakan pengajaran yang kondosif.[4]
Faktor
penyebab informasi itu sulit di terima di antarnya adalah karena
informasi makin lama makin menjadi kompleks (rumit/susah di
pahami),pemahaman menjadi makin sulit, lalu bahasa yakni alat utama bagi
komonikasi menjadi penghalang, maksudnya bahasa ini bisa menggunakan
berbagai macam bahasa yang membuat seseorang kurang mengerti akan
informasi yang disampaikan.[5]
Dalam rancangan pengolah informasi ada dua bidang
yang penting secara khusus bagi belajar. Diantaranya ialah penyelidikan
mengenai proses orang yang memperoleh dan mengingat informasi, dan
penelitian mengenai siasat yang di pakai orang dalam memecahkan masalah.
Asumsi
pokok yang mendasari teori –teori pengolah informasi ialah bahwa memori
manusia itu terorganiser dan prosesor informasi yang aktif. Dalam
kerangka teori, ada dua pandangan pokok tentang representasi pengetahuan
dalam memori. Pandangan itu adalah representasi dual-kode yang mencakup
citra verbal dan visual.
Penelitian
mengenai pengolah informasi meliputi pokok luas tentang tugas dan
berbagai peran tentang subjek ketika memperoleh informasi.Untuk maksud
menghasilkan penerapan pada belajar dan penyederhanaan pemahaman atas
temuan-temuannya. Proses belajar dijelaskan dalam tiga tahap,
diantaranya :
1. Perhatian ke stimulus
Pengolahan informasi oleh system memori manusia bermula ketika isyarat fisik ( visual, akustik atau taktil ) diterima pencatat sensori di mata, telinga dan kulit.
2. Pengkodean stimulus
Ada
dua cara utama mengkodekan yaitu gladi pelihara atau primer dan gladi
elaboratif. Menghafal dengan mengucapkan nomor telefon berulang-ulang
merupakan contohgladi pelihara. Dengan kata lain, cara ini ialah
pengulangan-pengulangan informasi yamg ingin di ingat-ingat.Sedangkan
gladi elaborative ialah mengubah informasi dengan berbagai cara. Gladi
pelihara dan gladi elaboratif dapat membantu
orang dalam mengingat kembali informasi di waktu kemudian. Gladi
elaboratif lebih efektif untuk keperluan mengingat kembali.
3. Penyimpanan dan Retrival Informasi.
Proses
pengkodean adalah untuk menyiapkan informasi guna disimpan di dalam
memori jangkan panjang untuk mendapatkannya dan mengingatnya kembali,
hal tersebut banyak bergantung pada bentuk bagaimana informasi disimpan.
Dalam menurunkan asas pembelajaran dari penelitian pengolahan informasi paling sedikit ada
dua kesulitan yang besar. Pertama , belajar itu saja dari banyak proses
belajar yang diselidiki. Kedua, mengikuti dominannya psikologi kognitif
pada waktu ini. Banyaknya penelitian yang dijalankan pada kegiatan
kognitif pelajar mencakup berbagai kegiatan pelajar, bidang kurikulum,
model organisasi, dan lain sebagainya.
Ada tiga
perkembangan penting bagi pendidikan telah munculnya dari penekanan
pada soal pengolahan informasi. Pertama, titik berat yang semakin besar
ada siasat pengolahan yang digunakan para siswa pada waktu belajar.
Kedua, adanya kesadaran akan perlunya mengajar keterampilan proses
kognitif seccara langsung, seperti cara-cara mengorganisasikan
pengetahuan dan metode orang sendiri untuk mengoreksi
kesalahan-kesalahan dalam usaha memperoleh pengertian. Ketiga,
perkembangan kurikulum, Posner (1978) menjelaskan pengembangan semantic
untuk keperluan pengorganisasian kurikulum dan analisa isi. Misalnya,
jaringan semantic untuk dua buah topic dibandingkan untuk dilihat
konsep-konsepnya yang sama dan cara-cara untuk memadukan keduanya di
dalam kurikulum.[6]
B. Tujuan Belajar Menurut Teori Sibernitik
Setelah
mempelajari teori belajar menurut tori Sibernitik diharapkan memiliki
kemampuan untuk mengkaji hakikat belajar menurut teori sibernitik dan
penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.[7]
Maksud
dari tujuan tersebut yaitu agar siswa itu mampu mengkaji pembelajaran
yang telah dipelajari dan yang telah di dapat dari gurunya. Selain itu
juga ia bisa menerapkan ilmu yang telah didapatnya dalam kegiatan
pembelajarannya dan dalam kehidupannya. Contohnya : Siswa itu
mempelajari metematika tentang perkalian , disaat ada PR tentang
perkalian dia diharapakan sudah mampu menjawab soal-soal tersebut dengan
baik dan benar.
C. Keunggulan dan Kelemahan Teori Sibernitik dalam Kegiatan Pembelajaran
Ø Keunggulan
Ke semua teori belajar dalam aliran-aliran yang menekankan aspek yang berbeda-beda ini sebetulnya memiliki kesamaan karena melihat bahwa belajar adalah suatu proses yang berlangsung pada diri seseorang yang melalui tahapan-tahapan tertentu. Isi dari proses belajar adalah sistem informasi yang diperoleh melalui pengalaman akan suatu kejadian tertentu yang disusun sebagai suatu konsep, teori, atau informasi umum. Hasil dari proses teori belajar ini adalah adanya perubahan, baik yang dilihat sebagai perubahan tingkah laku maupun secara kemampuan pada tanah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ke semua teori belajar dalam aliran-aliran yang menekankan aspek yang berbeda-beda ini sebetulnya memiliki kesamaan karena melihat bahwa belajar adalah suatu proses yang berlangsung pada diri seseorang yang melalui tahapan-tahapan tertentu. Isi dari proses belajar adalah sistem informasi yang diperoleh melalui pengalaman akan suatu kejadian tertentu yang disusun sebagai suatu konsep, teori, atau informasi umum. Hasil dari proses teori belajar ini adalah adanya perubahan, baik yang dilihat sebagai perubahan tingkah laku maupun secara kemampuan pada tanah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ø Kelemahan
Teori
aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang
proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini
cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat
mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme
ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori
ini.[8]
D. Teori Belajar Menurut Sibernitik
Implementasi
teori sibernitik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh
beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang
berorientasi pada pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan
Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson. Konsepsi Landa dalam
model pendekatannya yang disebut Algoritmik dan Heuristik juga termasuk
teori sibernitik. Pask dan Scott yang membagi siswa menjadi tipe
menyeluruh atau wholist , dan tipe serial atau serialist juga menganut teori sibernitik.
Masing- masing akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Teori Pemprosesan Informasi
Dalam
upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kemabali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan
model pemprosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler dan Snowman
(1986), Baine (1989), dan Tennyson (1986). Teori-teori tersebut umumnya
berpijak pada tiga asumsi yaitu:
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemprosesan informasi di mana pada amsing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari
ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktur
dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen
pemrosesan informasi dipilah menajdi berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga
komponen itu adalah sebagai berikut:
1) Sensory Receptor (SR)
Sensory
Receptor (SR) merupakan sel tempat pertamakali informasi diterima dari
luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi
hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi
ntadi mudah terganggu atau berganti.
2) Working Memory (WM)
Working
Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian
(attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengarui oleh
peran persepsi. Karakteristik WM adalah bahwa; 1) Ia memiliki kapasitas
yang tebatas, lebih kurang 7 slots. Informasi di dalamnya hanya mampu
bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal.
2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus
aslinya. Asumsi pertama berkaitandenga penataan jumlah informasi,
sedangkan informasi yang kedua berkaitan dengan peran proses kontrol.
Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah
informasi tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan rehearsal
(pengulangan). Sedangkan penyandian pada tahap WM, dalambentuk verbal,
visual, ataupun semantic, dipengaruhi oleh peran proses control dan
seseorang dapat denga sadar mengendalikannya.
3) Long Term Memory (LTM)
Long
Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah
dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)
bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak aa=kan pernah
terhapus atau hilang. Persoalan” lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali
informasi yang diperlukan. Ini berarti , jika informasi ditata dengan
baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali
informasi jika diperlukan. Tennyson (1989) mengemukakanbahwa proses
penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru
pada pengetahuan yang telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi
sebagai dasar pengetahuan (knowledge base).
Reigeluth
danStein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur
kognitif sacara hirarkhis. Ini berarti, pengetahuan yang lebih umum dan
abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah
perolehan pengetahuan baru yang lebih terperinci. Implikasinya di dalam
pembelajaran, semakin baik penataan pengetahuan sebagai dasar
pengetahuan yang dating kemudian, semakin mudah pengetahuan tersebut
ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.
Berpijak
pada kajian diatas, reigeluth, Bunderson dan Merrill (1977)
mengembangkan suatu starategi penataan isi atau materi pelajaran yang
berurusan dengan empat biang masalah, yaitu; pemilihan, penataan urutan,
rangkuman, dan sintesis. Menurut mereka,
a. Jika
isi mata pelajaran ditata dengan menggunakan urutan dari umum ke rinci,
maka isi atau materi pelajaran pada tingkat umum akan memjadi kerangka
untuk mengkaitkan isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini sesuia dengan
struktur representasi informasi di dalam LTM, sehingga akan mempermudah
proses penelusuran kembali inforan dimasi.
b. Jika
rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi penataan isi atau materi
pelajaran, maka ia akan berfungsi menunjukkan kepada siswa (si belajar)
informasi mana yang perlu diberi perhatian disamping menghemat kapasitas
WM.
Proses
pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian
informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage),
dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah
dinsimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur
informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara
hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi
yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.[9]
Skema dasar sistem Informasi bias dilihat dibawah ini:[10]
Keluaran (Output)
|
Pengolahan (Processing))
|
Masukan (Input)
(
(input
|
Penyimpanan (Storing)
|
2. Teori Belajar Menurut Landa
Salah
satu penganut aliran Sibernitik adalah Landa. Ia membedakan ada dua
maccam proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik dan proses
berpikir heuristik. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir
yang sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus, menuju ke
satu target tujua tertentu. Contoh-contoh proses algoritmik misalnya
kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain. Sedangkan
cara berfikir heuristic, yaitu cara erpikir devergen, menuju ke beberapa
target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti
ganda dan penafsiran biasanya menuntut seorang untuk menggunakan
cara berfikir heuristik. Contoh proses berpikir heuristik misalnya
operasi pemilihan atribut geometri, penemuan cara-cara pemecahan
masalah, dan lain-lain.
Proses
belajar akan berjalan dan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori
sibernitik adalah system informasi yang hendak dipelajari) diketahui
ciri-cirinya materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam
urutan yang teratur, linear, sekuensial, sedangkan materi pelajaran
lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi
kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar
siswa mampu memahami suatu rumus matematika mungkin akan lebih efektif
jika presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara
algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti
urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mkengarah ke satu target
tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan
banyak megandung interpretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi,
akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing kearah yang
“menyebar” atau berpikir heuristik dengan harapan pemahaman mereka
terhadap konsep itu tidak tunggal, menonton, dogmatic atau linear.
3. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Pask
dan Scott juga termasuk penganut teori sibernitik. Menurut mereka ada
dua macam cara berpikir, yaitu cara berpikir serealis dan cara berpikir wholist
atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki
kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai
cara berpikir menyeluruh(wholist) tidak sama dengan cara berpikir
heuristik. Bedanya, cara erpikir menyeluruh adalah berpikir yang
cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah system
informasi ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih
dahulu, melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu
kebagian-bagian yang lebih detail. Sedangkan cara berpikir Heuristik
yang dikemukakan oleh Landa adalah cara berpikir devergen mengarah
kebeberapa aspek sekaligus. Siswa tipe wholist atau
menyeluruh ini biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan
dalam tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khususatau
detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berpikur secara algoritmik.
Teori
Sibernitik sebagai teori belajar seringkali dikritik karena lebih
menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu
bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat
ditentikan oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang
manusia sebagai mengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan
pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang
mampu mengolah, menyimpan,dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi di atas direfleksikan
ke dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model tersebut
menggambarkan proses mental dalam belajar yang secara terstruktur
membentuk suatu system kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan
prinsip-prinsip belajar seperti:
a. Peruses mental dakam belajar terfokus pda pengetahuan yang bermakna.
b. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi.
E. Aplikasi Teori Sibernitik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori
belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitiif
yang mengemukakan bahwa beajar adalah proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat
pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasirtas
yang terbatas. Teori Gagne dan Briggs mempreskripsikan adanya 1)
kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3)
pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapablitas belajar
kaitannya dengan unjuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut:
No
|
Kapabilitas Belajar
|
Unjuk Kerja
|
1
|
Informasi Verbal
|
Menyatakan Informasi
|
2
|
Keterampilan Intelektual
|
Menggunakan symbol untuk berinteraksi dengan lingkungan.
|
|
- Diskriminasi
|
Membedakan perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berlainan.
|
|
- Konsep konkret
|
Mengidentifikasi contoh-contoh konkret
|
|
- Konsep abstrak
|
Mengklasifikasikan cotoh-contoh dengan mengguankan ungkapan verbal atau definisi
|
|
- Kaidah
|
Menunjukkan aplikasi suatu kaidah.
|
|
- Kaidah tingkat lebih tinggi
|
Mengembangkan kaidah baru utuk memecahkan masalah
|
3
|
Strategi Kognitif
|
Mengembangkan
cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Menggunakan berbagai cara
untuk mengontrol proses beajar dan/atau berpikir.
|
4
|
Sikap
|
Memilih berprilaku dengan cara tertentu.
|
5
|
Keterampilan Motorik
|
Melakukan gerakan tubuh yang luwes, cekatan, serta dengan urutan yang benar.
|
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar meupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Proses internal
itu ialah bahwa belajar itu tidak dapat diamati secara langsung, akan
tetapi terlihat pada situasi tertentu. Misalnya, anak murid belajar
matematika tentang bab perkalian pada saat dia belajar pemahamannya akan
perkalian tidak dapat diamati secara langsung, akan tetapi apabila
nanti dia mengerjakan sendiri PR matematika tersebut maka akan dapat
diketahui dia bias atau tidak mengerjakan soal-soal matematika itu.
Tahapan-tahapan
ini dapat di mudahkan dengan menggunakan metode pembejlajaran yang
megikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of
instruction), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan
eksterrnal utama untuk kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam
peristiwa pmbelajaran yang diasumsikan sebagai cara-cara ekaternal yang
berpotensi pendukung proses-proes interna dalam kegiatan belajar adalah:
1. Menarik perhatian
Sebagai
seorang guru untuk menarik perhatian dalam proses pembelajaran dia
harus bias menggunakan metode-metode pengajaran agar siswa itu tertarik
dan memahami pelajaran tersebut.
Contohnya
: Didalam pembelajaran itu menggunakan metode perumpamaan. Contoh dari
metode perumpamaan yaitu sebuah pohon yang lengkap di umpamakan dengan
sebuah lembaga pendidikan, pohonnya itu sebagai kepala sekolah, daunnya
sebagai guru dan stafnya, dahannya sebagai fasilitas sekolah, buahnya
sebagai siswa dan akarnya sebagai dinas pendidikan.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
Seorang
guru haruslah bias menjelaskan tujuan materi pembelajaran yang
diajarkan kepada siswa agar siswa itu dapat mengetahui manfaat dari
belajar mata pelajaran itu dan dapat mengaplikasikannya baik dalam
kehidupan maupaun bidang akademik.
3. Merangsang ingatan kepada prasyarat belajar
Maksudnya guru mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang telah lalu sebelum memasuki pelajaran yang baru.
4. Menyajikan bahan perangsang
Maksudnya
guru menyajikan benda-benda / kata-kata yang berkaitan dengan pelajaran
sebelumnya agar anak mudah mengingat pelajaran tersebut.
5. Memberikan bimbingan belajar
Seorang
guru harus bias memberikan bimbingan dalam belajar kepada siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar ataupun tidak agar tercapai hasil
belajar yang optimal.
6. Mendorong unjuk kerja
Sebagai
seorang guru harus bisa memberikan dorongan agar siswa itu bisa
mengerjakan tugas sekolahnya/ kuliahnya dengan baik. Misalnya, membuat
makalah yang memerlukan 5 referensi buku.
7. Memberikan balikan informative
Maksudnya
apabila siswa / mahasiswa bertanya tentang pembelajaran ataupun yang
diluar dari pelajaran dan guru harus memberikan informasi sesuai dengan
apa yang ditanyakannya.
8. Menilai unjuk kerja
Maksudnya guru harus menilai hasil dari usahanya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya didalam sekolah. Misalnya, hasil dari pembuatan makalahnya diberikan penilaian oleh guru ataupun dosen.
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar
Maksudnya
meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran agar siswa itu lebih
mudah belajar secara optimal dan alih belajar itu ialah mencari solusi
belajar. Misalnya : belajar bahasa arab apabila tidak paham akan artinya
bisa menggunakan kamus.
Dalam
mengorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada tidaknya
prasyarat belajar untuk suatau kapabilitas, apakah siswa telah memiliki
prasyarat belajar yang diperlukan. Pengorganisasian pembelajaran untuk
kapabilitas belajar tertentu di jelaskan sebagai berikut:
1. Pengorganisasian pembelajaran ranah kerterampilan intelektual.
Menurut
Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan lainnya
digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur
belajar sebagai keteramilan yang lebih tinggi letaknya di atas,
sedangkan keterampilan tingkat yang lebih rendah ada di bawahnya.
2. Pengorganisasian pembeajaran ranah informasi verbal
Kemampuan kini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta-fakta ke dalam kerangka yang bermakna baginya.
3. Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif
Kemampuan
ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual, maka perlu
memasukkan keterampilan-keterampilan intelektual dan informasi cara-cara
memecahkan masalah.
4. Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap
Kemampuan
sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang pilihan-pilihan
tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi kognitif yang
dapat membantu memecahkan konflik-konflik nilai pada tahap pilihan.
5. Pengorganisasian pembeajaran ranah keterampilan motorik
Untuk
menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan mengajarkan kaidah
mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan unjuk kerja
keterampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan-latihan mulai dari
mengajarkan bagian-bagian keterampilan secara terpisah-pisah kemudian melatihkannya kedalam kesatuan keterampilan.
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi adalah:
1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
Maksudnya
cara berpikir siswa itu mempunyai dasar agar dia itu pada posisi yang
menonjol artinya dia tidak asal bicara tapi mempunyai asal pemikiran
yang logis.
2. Penyajian pengetahuan memenihi aspek ekonomis
Maksudnya
didalam penyajian pengetahuan / dalam pemberian pembelajaran harus
mempunyai fasilitas-fasilitas yang menunjang untuk memenuhi proses
pembelajaran.
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
Fasilitas
yang diperlukan dalam proses pembelajaran harus dapat disajikan /
ditampilkan secara lengkap dalam proses pembelajaran tersebut. Misalnya,
belajar biologi tentang anatomi tubuh maka disiapkanlah tengkorak palsu
agar siswa dapat mengetahui struktur-struktur tubuh yang dipelajari
dalam pelajaran tersebut.
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
Didalam
pembelajaran itu harus mempunyai kegiatan yang terarah agar dapat
mencapai tujuan dalam pembelajaran yang dipelajari dapat tercapai.
Misalnya, belajar tentang matematika tentang perkalian tujuannya agar
semua dapat menguasai pembelajran perkalian tersebut.
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
Dengan
adanya pembelajaran yang dipelajari siswa di sekolah ia dapat
mengaplikasikan pada lingkungan kehidupannya. Contohnya,siswa
mempelajari aqidah akhlak tentang etika pergaulan dimasyarakat jadi dia
bisa menerapakan pembelajaran tersebut dalam kehidupannya dikeluarga dan
masyarakat.
6. Kontrol
belajar (content control, pace control, display control, dan consciuous
cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan irama
masing-masing individu (prinsip perbedaan individual terlayani).
Maksudnya siswa itu bisa memanejemin waktu dalam belajar agar belajarnya itu dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
7. Balikan
informativ memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk
kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.
Seorang
guru harus bisa memberikan informasi yang jelas kepada siswa dan juga
bisa memberikan batasan-batasan /peringatan-peringatan/
perharian-perhatian yang jelas tantang materi yang hendak dicapai oleh
siswa tersebut. Pada keunggulan ini diharapakan seorang guru bisa
memahamkan pada anak tentang bproses belajarnya itu sehingga ia dapat
mencapai hasil yang maksimal dari pada nilai belajar siswa itu baik tapi
tidak memahami pelajaran yang diberikan tersebut.
Dengan
demikian aplikasi teori sibernitik dalam kegiatan pembelajaran yang
dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan baik diterapkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
Maksudnya
dalam belajar itu harus mempunyai tujuan-tujuan agar ilmu-ilmu yang
didapatkan siswa itu bermanfaat baik dari bidang akademik maupun
kehidupannya.
2. Menentukan materi pembelajaran
Maksudnya
pelajaran-pelajaran yang hendak diberikan pada siswa harus ditentukan
materinya agar siswa itu mempunyai acuan dalam belajar.
3. Mengkaji system informasi yang terkandung dalam materi pelajaran
Maksudnya membahas kembali tentang pelajaran-pelajaran yang terkandung didalam materi pembelajarantersebut.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan system informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik).
Maksudnya
menentukan cara/ solusi belajar yang sesuai dengan materi yang
disampaikan. Algoritmik adalah proses yang berpikir yang sistematis,
tahap demi tahap untuk menuju target tujuan belajar tersebut. Sedangkan
heuristic adalah cara berpikir langsung ketarget untuk mencapai tujuan
sekaligus.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system informasinya.
Maksudnya menyusun materi pelajaran-pelajaran yang sesuai dengan materi yang dipelajari agar pelajaran yang di terima oleh siswa itu dapat diterima secara berkesinambungn, sistematis dan saling berkaitan.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa beajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.[11]
Maksudnya memberikan materi dan membimbing siswa belajar sesuai dengan urutan materi pelajaran.
BAB III
PENUTUP
Teori
belajar sibernitik merupakan teori belajar yang paling baru. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan teknik informasi.
Menurut teori sibernitik, belajar adalah pengolahan informasi.
Dalam rancangan pengolah informasi ada dua bidang yang penting secara khusus bagi belajar.
Diantaranya ialah penyelidikan mengenai proses orang yang memperoleh
dan mengingat informasi, dan penelitian mengenai siasat yang di pakai
orang dalam memecahkan masalah.
Asumsi
pokok yang mendasari teori –teori pengolah informasi ialah bahwa memori
manusia itu terorganiser dan prosesor informasi yang aktif. Dalam
rancangan pengolah informasi ada dua bidang yang
penting secara khusus bagi belajar. Diantaranya ialah penyelidikan
mengenai proses orang yang memperoleh dan mengingat informasi, dan
penelitian mengenai siasat yang di pakai orang dalam memecahkan masalah.
Dengan
demikian aplikasi teori sibernitik dalam kegiatan pembelajaran yang
dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan baik diterapkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengkaji system informasi yang terkandung dalam materi pelajaran
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan system informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik).
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system informasinya
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa beajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Davies, Ivor K. 1986. Pengelolan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Gagne, Robert M. 1974. Prinsip-Prinsip Belajar Untuk Pengajaran. Surabaya: Usaha Nasional.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991.BelajardanMembelajarkan. Jakarta :Rajawalipers
IrawanSyarip,DodidanRosidin.2003.SistemManajemen Data danInformasi, Pendidikan.Jakarta: Daaprtemen Agama.
Ningsih, Asri Budi. 2005.BelajardanPembelajaran. Jakarta: PT. RinekaCipta.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 1989.Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru.
http://karom-kingsoka.blogspot.com/2010/01/teoribelajar-sibernitik-dan-html
[1] Asri Budi Ningsih, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 81.
[2] Margaret E. Bell Gredler. Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta : Rajawali pers, 1991) h. 238-266
[3] Robert M. Gagne, Prinsip-Prinsip Belajar Untuk Pengajaran, (Surabaya: Usaha Nasional, 1974) h. 29-31.
[4] Nana sudjana dan ahmad Rivai,Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 63-64.
[5] Ivor K. Davies, Pengelolan Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), h. 196.
[6] Margaret E. Bell Gredler. Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta : Rajawali pers, 1991) h. 238-266
[7] opcit, h. 80.
[9] Asri Budi Ningsih, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h.81-86.
[10] Dodi Irawan Syarip dan Rosidin, Sistem Manajemen Data dan Informasi, Pendidikan, (Jakarta: Daaprtemen Agama, 2003), h. 7.
[11] Asri Budi Ningsih, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h.87-93.
0 komentar:
Posting Komentar